Sabtu, 25 Oktober 2008

PSIKOLOGI DAKWAH

Dakwah merupakan kewajiban setiap muslim. Sebagai da’i tentu saja kita ingin mencapai kesuksesan dalam melaksanakan tugas dakwah. Salah satu bentuk keberhasilan dalam dakwah adalah berubahnya sikap kejiwaan seseorang, dari tidak cinta Islam menjadi cinta, dari tidak mau beramal shaleh menjadi giat melalukannya, dari cinta kemaksiatan menjadi benci dan tertanam dalam jiwanya rasa senang terhadap kebenaran ajaran Islam, begitulah seterusnya.
Karena dakwah bermaksud merubah sikap kejiwaan seorang mad’u (objek dakwah), maka pengetahuan tentang psikologi dakwah menjadi sesuatu yang sangat penting. Dengan pengetahuan tentang psikologi dakwah ini, diharapkan kita dapat melaksanakan tugas dakwah dengan pendekatan kejiwaan, Rasul Saw dalam dawahnya memang sangat memperhatikan tingkat kesiapan jiwa orang yang didakwahinya dalam menerima pesan-pesan dakwah.
PENGERTIAN
Secara harfiah, psikologi artinya ilmu jiwa, berasal dari kata Yunani psyche (jiwa) dan logos (ilmu). Tapi yang dimaksud bukanlah ilmu tentang jiwa. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai gambaran dari keadaan jiwanya. Adapun da’wah merupakan usaha mengajak manusia agar beriman kepada Allah Swt dan tunduk kepada-Nya dalam kehidupan di dunia ini, dimanapun dia berada dan bagaimanapun situasi serta kondisinya.
Dengan demikian, psikologi dakwah adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang merupakan gambaran dari kejiwaannya guna diarahkan kepada iman dan taqwa kepada Allah Swt. Bila disederhanakan bisa juga dengan pengertian, dakwah dengan menggunakan pendekatan kejiwaan.
SIKAP MENTAL DA’I
Di atas sudah disebutkan bahwa dakwah merupakan usaha merubah sikap kejiwaan seseorang dari tidak Islami kepada sikap yang Islami. Untuk itu orang yang berdakwah harus memiliki sikap mental yang baik dan ini harus betul-betul terealisir dalam kehidupannya sehari-hari. Sikap mental ini antara lain; Pertama, memiliki kecintaan kepada ajaran Islam sehingga dalam kapasitasnya sebagai da’i, seseorang telah merealisir pesan-pesan dakwahnya dalam kehidupan nyata. Bila tidak, terdapat “hambatan psikologis” untuk diterimanya pesan-pesan dakwah oleh sang mad’u (penerima dakwah), bahkan bisa mengakibatkan hilangnya kewibawaan sebagai seorang da’i dan dihadapan Allah Swt ia mendapatkan kemurkaan-Nya. Allah Swt berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ.
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan” (QS. 62:2-3).
Kedua, lemah lembut kepada mad’unya agar mereka senang dan mau menerima pesan-pesan dakwah serta mengikuti jalannya. Bila bersikap sebaliknya, yakni bengis dan kasar, kemungkinan besar yang terjadi adalah sang da’i, dijauhi mad’unya. Ini pulalah yang dicontohkan Rasul Saw dalam berbagai peristiwa, sehingga mereka yang semula memusuhi dakwah Rasul, berubah menjadi pendukung-pendukung dakwah yang setia, sedangkan yang telah menjadi pendukung dakwah semakin memperkokoh dukungannya meskipun mereka melakukan kekhilafan. Allah Swt berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ.
Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhi diri dari sekililingmu. Karena ini maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu” (QS. 3:159).
Ketiga: bersikap sabar dan optimis dalam berdakwah. Sabar terhadap segala kesulitan dan kendala yang dihadapi di jalan dakwah dan harus tetap optimis meskipun banyak orang yang belum menerima jalan dakwah yang benar. Hal ini karena sesulit apapun keadaan yang dihadapi oleh oleh para pejuang di jalan Allah, niscaya Allah tidak akan membiarkannya terus berlangsung sehingga suatu saat akan datang pertolongan Allah Swt, namun satu hal yang harus kita ingat bahwa sejarah pertolongan dari Allah Swt seringkali baru tiba saat para pejuang Islam itu sudah sampai pada puncak-puncak kesulitan. Sikap sabar dan optimis ini sangat ditekankan oleh Allah Swt kepada Rasul-Nya yang mengemban tugas dakwah sebagaimana dalam satu firman-Nya:
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ.
Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati tehadap (kekufuran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan (QS. 16:127).
Keempat,: menggunakan cara-cara yang baik dan benar dalam berdakwah sehingga secara psikologis dakwah akan mendapat simpati mereka yang semula tidak suka dan tidak ada alas an bagi mereka untuk menuduh para da’i dengan tuduhan-tuduhan yang tidak benar. Diantara caranya dikemukakan oleh Allah Swt dalam satu ayat:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ.
Serulah (manusia) pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. 16:125).
DAKWAH YANG PSIKOLOGIS
Dakwah yang psikologis atau dakwah yang dilakukan dengan pendekatan kejiwaan memang sangat penting untuk dilaksanakan. Turunnya ayat-ayat suci Al-Qur’an secara bertahap merupakan suatu bukti bahwa pendekatan kejiwaan merupakan sesuatu yang tidak boleh diabaikan, begitu pula dengan berbagai peristiwa dakwah yang dialami oleh Rasul Saw. Diantara contoh yang bisa kita ungkap adalah turunnya ayat-ayat tentang pengharaman minuman keras secqara bertahap, karena meminum-minuman keras merupakan tradisi yang secara psikologis sangat sulit untuk ditinggalkan. Ayat-ayat itu adalah:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ.
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya (QS. 2: 219).
Ayat di atas secara psikologis tidak menyinggung perasaan peminum-minuman keras atau orang yang mencari nafkah darinya, karena di dalam ayat itu Allah Swt mengakui ada beberapa manfaat bagi manusia dari minuman keras itu, namun dosa dan mudharatnya jauh lebih besar ketimbang manfaatnya. Ini berarti manusia akan memahami persoalan dengan baik dengan akal maupun hatinya. Setelah itu diharapkan manusia punya keinginan yang kuat untuk meninggalkannya meskipun baru tahap mengurangi, maka turunlah sesudah itu ayat berikutnya.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ..
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan (QS. 4:43).
Dengan turunnya ayat di atas, maka secara bertahap manusia telah mengurangi frekuensi meminum-minuman keras, karena mereka harus melaksanakan shalat yang tidak boleh dilakukan bila dalam keadaan mabuk, sedangkan dari keadaan mabuk untuk bisa normal kembali diperlukan waktu yang cukup hingga beberapa jam. Hal ini menjadi mungkin bagi manusia untuk mendapat instruksi dari Allah Swt untuk betul-betul meninggalkan dan menjauhi minuman keras, maka turunlah yang berikut ini sehingga minuman keras akhirnya dibuang ke jalan-jalan hingga jalan-jalan di kota Madinah menjadi becek.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
Hai Orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan syaitan. Maka jauihlah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan (QS. 5:90).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar